APAKAH AL-QURAN MENYATAKAN BAHWA ISRAEL ADALAH BANGSA YANG DIPILIH OLEH TUHAN? Penjelasan dari Al-Baqarah: 47 & 122

ita menjelajahi makna dan implikasi ayat-ayat dari Al-Quran dan Taurat yang berbicara tentang status bangsa Israel sebagai umat pilihan.


Kaum Yahudi atau Bani Israil merujuk pada diri mereka sebagai 'Am Segulah yang secara umum diartikan sebagai "bangsa terpilih" dan merupakan arti harfiah dari frasa yang tercantum dalam Kitab Keluaran (Syemot) 19:5, Ulangan (Devarim) 7:6, 14:2, 26:18. Ini juga bisa diartikan sebagai "harta yang sangat berharga bagi Tuhan di antara semua bangsa", seperti yang dinyatakan dalam Keluaran 19:5 yang berbunyi, "Maka sekarang, jika kamu benar-benar mendengarkan suara-Ku dan memegang perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi milik-Ku sendiri, harta yang sangat berharga bagi-Ku di antara semua bangsa, sebab seluruh bumi adalah kepunyaan-Ku." Oleh karena itu, istilah "am segulah" merujuk pada hubungan istimewa antara Tuhan dan kaum Yahudi[1].


Konsep yang sama juga tercermin dalam Al-Quran, surat Al-Baqarah ayat 47 dan juga diulang kembali pada ayat ke-122 yang berbunyi:


يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ


Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas seluruh umat. (Al-Baqarah 47 / 122)


Pada pandangan awal, ayat ini memberikan pengakuan atas status istimewa bangsa Israel yang terdapat dalam Alkitab. Lebih jauh lagi, para misionaris dan apologet Kristen menggunakan ayat ini untuk menyanggah klaim kenabian Rasulullah hanya karena beliau bukan keturunan Bani Israil, bukan dari bangsa yang terpilih. Meskipun telah ada penelitian yang mengupas silsilah Bani Israil dalam genealogi Rasulullah dari garis keturunan ibunya.


Meskipun begitu, seorang muslim yang jujur tentu mengakui bahwa Allah telah memilih Bani Israil sebagai umat pilihan-Nya, dan pasti ada alasan dan ketentuan yang mendasari pemilihan tersebut. Berdasarkan pengetahuan-Nya, Allah telah memilih bangsa ini.


Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsirnya, Al-Munir, menjelaskan bahwa status keutamaan (fad-dhalna) yang dimiliki oleh Bani Israil hanya berlaku pada konteks masa itu. Karena kata "al-'alamin" (semua umat) dalam ayat ini merujuk pada berbagai umat yang ada pada masa itu, yaitu pada zaman Nabi Musa dan para nabi yang datang sesudahnya[2]. Ini dapat diperkuat karena hanya satu ayat setelahnya (Al-Baqarah: 49) Allah menceritakan bagaimana Dia menyelamatkan Bani Israil dari penganiayaan Fir'aun karena pemilihan mereka.


Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Abu Ja'far, Qatadah, Mujahid, dan Imam Ath-Thabari dalam tafsirnya, bahwa makna dari frasa "فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ" lebih mengacu pada konteks dan perbandingan dengan umat-umat lain yang ada pada masa itu[3].


Pendekatan yang sama ditemukan dalam surat Ali Imran ayat 42 yang menyatakan bahwa Allah telah memilih Maryam di atas semua wanita di dunia. Imam At-Thabari juga menjelaskan bahwa ayat ini mengacu pada pemilihan Maryam dari antara wanita-wanita lain pada zamannya, terbatas pada wanita-wanita pada era tersebut[4].


Selanjutnya, pemahaman berkembang bahwa ketika Allah memilih Bani Israil, hal ini tidak berarti bahwa Allah tidak akan memilih umat lain. Ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 33 yang berbunyi: "Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga 'Imran melebihi seluruh umat."


Alasan Bani Israil diutamakan pada masa itu, seperti yang dijelaskan oleh Abu ‘Aliyah yang dikutip oleh Imam Thabari dalam tafsirnya, adalah karena Bani Israil dianugerahi para Rasul, Kitab Suci, bahkan kerajaan pada era tersebut[5].


Lebih lanjut, Bani Israil adalah satu-satunya umat yang diketahui telah diselamatkan (dari Fir'aun), diberi makanan dari surga (manna dan salwa), diberikan tanah, Allah tampak kepada mereka (meskipun akhirnya mereka pingsan), mereka menyaksikan Allah berbicara dengan Musa, dan Bani Israil adalah satu-satunya umat kuno yang tidak dihukum Allah atas perlawanan mereka.


Syaikh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan dalam tafsirnya bahwa keutamaan yang dimiliki oleh Bani Israil bukanlah status yang tetap dan melekat, tetapi ada syarat dan ketentuan yang harus dipatuhi. Yaitu, jika umat ini terus patuh pada perintah dan ketentuan agama[6]. Jika Bani Israil berpaling dari Allah dan Rasul-Nya, maka keutamaan ini akan dicabut. Jika seorang anggota Bani Israil menyembah berhala, meskipun dia adalah bagian dari Bani Israil, dia tidak lagi dianggap istimewa karena melanggar hukum Taurat.


Hal ini juga tercermin dalam Kitab Taurat, khususnya dalam Ulangan 7:9 yang berbunyi:


“Sebab itu kamu harus mengetahui, bahwa TUHAN, Allahmu, Dialah Allah yang setia, yang memegang perjanjian dan kasih setia-Nya kepada mereka yang mengasihi-Nya dan mengikuti perintah-Nya, sampai ribuan keturunan.”


Hal yang serupa juga diungkapkan dalam Keluaran 19:5 yang berbunyi, "Jadi sekarang, jika kamu dengan tulus mendengarkan suara-Ku dan mengikuti perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi milik-Ku di antara semua bangsa, sebab seluruh bumi adalah kepunyaan-Ku."


Demikian pula, dalam Al-Quran, Allah memberikan petunjuk bahwa yang paling utama, mulia, dan terpilih di mata-Nya adalah mereka yang taat. Hal ini diungkapkan dalam surat Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi: "Wahai manusia! Sesungguhnya, Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbagai bangsa dan suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Mahapenyelidik."


Allah juga menjelaskan dalam surat Ali Imran ayat 112 bahwa bangsa Israel akan tetap mendapat perlindungan Allah jika mereka terus taat kepada-Nya.


Allah berfirman: Mereka akan terus hidup dalam kerendahan, di mana pun mereka berada, kecuali jika mereka tetap setia pada perintah-perintah Tuhan dan perjanjian dengan sesama manusia. Namun, mereka akan merasakan kemurkaan Allah dan mereka akan menghadapi cobaan. Ini disebabkan oleh kekafiran mereka terhadap ayat-ayat Allah dan pembunuhan nabi-nabi tanpa alasan yang benar. Semua ini merupakan akibat dari tindakan durhaka dan melampaui batas.


Dari perspektif Islam, kita memahami bahwa status keutamaan ini didasarkan pada keyakinan dan ketaatan. Untuk menjaga status mulia ini, individu harus tetap taat pada perintah Allah dan mengikuti Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir.


Ini berarti bahwa menurut Al-Quran, status bangsa Israel sebagai umat pilihan akan berakhir jika mereka tidak beriman kepada Nabi Muhammad.


Karena itu, setelah munculnya kenabian Nabi Muhammad, Allah memberikan status yang sama kepada umat Islam yang patuh pada-Nya. Ini bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk semua individu yang taat kepada Allah dan mengikuti ajaran Nabi-Nya. Ini sesuai dengan hadits yang disebutkan oleh Imam Thabari dalam kitabnya:


"Kalian adalah umat yang menyempurnakan 70 umat lain. Kalian adalah umat terbaik dan paling mulia di mata Allah." (HR. Ahmad 11587, Turmudzi 3271, dengan syarat Hasan dari Syuaib al-Arnauth).


Allah juga menyatakan dalam Al-Quran, surat Ali Imran ayat 110:

إِنَّكُمْ تُتِمُّونَ سَبْعِينَ أُمَّةً أَنْتُمْ خَيْرُهَا وَأَكْرَمُهَا عَلَى اللَّهِ

"Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia, menyuruh kepada yang baik, melarang dari yang munkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali Imran: 110)


Oleh karena itu, meskipun dalam satu ayat Allah memilih umat Nabi Muhammad sebagai umat terpilih, status ini tetap berlaku untuk setiap muslim yang tetap setia kepada Allah dan Rasul-Nya.


Kaum Yahudi menyebut orang non-Yahudi sebagai Goyim. Dalam bahasa Indonesia, Goyim diterjemahkan sebagai "kafir." Maimonides sendiri menjelaskan dalam Makhalot Asurot 11:8 bahwa Goyim merujuk pada mereka yang menyembah berhala[9].


Namun, dalam kenyataannya, Yudaisme juga mengakui bahwa orang non-Yahudi juga bisa menjadi hamba yang saleh, yang dipilih oleh Tuhan. Dalam Talmud Sanhedrin 105A, disimpulkan bahwa "orang saleh dari berbagai bangsa akan memiliki tempat di akhirat."


Imam Shamshi Ali dalam bukunya Sons of Abraham: A Candid Conversation about the Issues That Divide and Unite Jews and Muslims (Beacon Press, 2013) melihat bahwa konsep Am Segulah dalam Yudaisme memiliki kesamaan dengan konsep Khayr Ummah dalam Islam.


Salah satu kesamaan adalah bahwa, seperti yang dijelaskan oleh Maimonides, seorang Yahudi bisa "tidak terpilih" jika mereka tidak memenuhi misi dan perintah Tuhan. Demikian juga, seorang non-Yahudi bisa dipilih jika mereka mengabdikan diri pada Tuhan yang esa[10].


Non-Yahudi yang diakui kebenarannya dalam Yudaisme disebut Ger Toshav. Rambam (Maimonides) dalam Talmud Bab Hilchot Melachim pasal 8:11 menyatakan bahwa non-Yahudi yang diakui sebagai hamba saleh menurut Yudaisme adalah mereka yang mengakui bahwa Tuhan telah memberikan Taurat dan mematuhi 7 Hukum Nuh, yaitu: tidak menyembah berhala, tidak menghujat tuhan, tidak membunuh, tidak berzina, tidak mencuri, tidak makan daging hewan yang masih hidup, dan mendirikan sistem hukum[11].


Berdasarkan kriteria ini, Islam adalah satu-satunya agama yang memenuhi syarat sebagai Ger Toshav atau non-Yahudi yang diakui keimanan dan kesalehannya oleh Yudaisme. Ini karena Yudaisme, dalam tradisinya, hanya mengakui orang berketurunan Yahudi. Beberapa Rabbi bahkan mengakui bahwa teologi Islam bisa diterima sebagai alternatif jalan keselamatan bagi umat non-Yahudi.

______________

[1] Rabbi Marc Schneier & Imam Shamsi Ali, Sons of Abraham: A Candid Conversation about the Issues That Divide and Unite Jews and Muslims (Beacon Press, 2013) hlm. [Link]

[2] Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I (Jakarta: Gema Insani, 2013) hlm. 120

[3] Imam Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta`wil al-Quran (Kairo: Maktabah Ibn Taimiyah, tt) vol. 2, hlm. 23-24

[4] Imam Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta`wil al-Quran (Kairo: Maktabah Ibn Taimiyah, tt) vol. 6, hlm. 393

[5] Imam Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta`wil al-Quran (Kairo: Maktabah Ibn Taimiyah, tt) vol. 2, hlm. 24

[6] Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid I (Jakarta: Gema Insani, 2013) hlm. 120

[7] https://alkitab.sabda.org/verse.php?book=ula&chapter=7&verse=9

[8] https://www.bible.com/id/bible/306/EXO.19.5-6

[9] Rabbi Moshe ben Maimon ("Maimonides"); diterjemahkan oleh Eliyahu Touger, Ma'achalot Assurot 11:8 - https://www.chabad.org/library/article_cdo/aid/968267/jewish/Maachalot-Assurot-Chapter-11.htm

[10] Rabbi Marc Schneier & Imam Shamsi Ali, Sons of Abraham: A Candid Conversation about the Issues That Divide and Unite Jews and Muslims (Beacon Press, 2013) hlm. [Link]

[11] Eugene Korn, Salvation of Righteous Gentiles: Theology and Jewish Law (Boston College) -https://www.bc.edu/content/dam/files/research_sites/cjl/texts/cjrelations/resources/sourcebook/Righteousgentiles-salvation.htm

The best of humanity is the one who is most beneficial to others. When someone has passed away, their deeds are severed except for three things: ongoing charity (Sadaqah Jariyah), beneficial knowledge, and a righteous child who prays for their parents.